STRESS KERJA
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Setiap
tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja atau dapat menimbulkan penyakit akibat kerja. Gangguan
ini dapat berupa fisik atau psikis terhadap tenaga kerja. Gangguan psikis
merupakan potensi bahaya yang sering terabaikan, padahal potensi bahaya psikis
ini juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam kaitannya
dengan mental pekerja. Terjadinya konflik dalam diri tenaga kerja sebagai
akibat yang timbul dari gangguan psikologi apabila tidak segera diatasi akan
berdampak pada timbulnya stress kerja.
Persaingan
dan banyaknya tuntutan profesionalitas yang semakin tinggi menimbulkna banyaknya tekanan-tekanan
yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja. Selain tekanan yang
berasal dari lingkungan kerja, lingkungan perekonomian di Indonesia yang belum
stabil akibat badai krisis yang berkepanjangan juga sangat potensial
menimbulkan tekanan. Tekanan yang timbul dan berlangsung terus menerus berpotensi
menimbulkan kecemasan. Dampak yang sangat merugikan dari adanya gangguan
kecemasan yang sering dialami oleh masyarakat dan angkatan kerja pada khususnya
disebut stress. Stress merupakan hasil reaksi emosi dan fisik akibat kegagalan
individu beradaptasi pada lingkungan.
Stress
adalah segala aksi dari tubuh manusia terhadap segala rangsangan baik yang
berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat merugikan
mulai dari menurunnya kesehatan sampai pada dideritanya suatu penyakit. Dalam
kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus
pada menurunnya performance, efisiensi dan produktifitas kerja yang
bersangkutan.
Survey
yang dilakukan oleh Northwestern National Life pada pekerja di Amerika
menunjukkan bahwa 40% pekerja dilaporkan mengalami stress di tempat kerja dan
seperempat pekerja menganggap pekerjaan mereka sebagai stressor paling utama
dalam hidup mereka. Sedangkan menurut survey yang dilakukan Yale University
mnenunjukkan bahwa sebanyak 29% pekerja di Amerika mengalami stress ditempat
kerja. Hasil penelitian yang diumumkan
International Labour organization (ILO) pada bulan Oktober 2000 mengenai
program dan kebijakan kesehatan Jiwa pada angkatan kerja di finlandia, Jerman,
Polandia, Inggris dan AS menunjukkan bahwa kasus gangguan jiwa semakin
meningkat. Dilaporkan bahwa Saru dari sepuluh pekerja mengalami depresi,
kecemasan, stress dan burnout. Beberapa kasus, masalah ini menyebabkan orang
kehilangan pekerjaan atau dirawat di rumah sakit.
Di
Indonesia yang memiliki jumlah angkatan kerja mencapai 120,4 juta orang pada
februari 2012 atau bertambah 1 juta orang disbanding februari tahun 2011,
memiliki potensi kerugian yang sangat besar sebagai dampak dari stress kerja.
Penelitian terhadap dampak stress kerja pada pekerja di Indonesia menunjukkan
bahwa dampak dari stress kerja secara fisiologis, bisa hanya berupa gangguang
tidur dan sakit kepala, hingga jantung koroner dan hipertensi, absenteisme dan
kecelakaan kerja yang dikalangan pekerja.
Stress
mempunyai berbagai macam dampak, baik bagi individu itu sendiri maupun bagi
lingkungan disekitarnya. Penyakit yang dapat diderita seseorang yang mengalami stress
kronis atau menderita stress dalam waktu yang lama diantaranya adalah penyakit
jantung, masalah pencernaan, kegemukan, gangguan memori, memburuknya kondisi
kulit seperti eksim dan lain sebagainya. Penelitian menunjukkan penyakit
jantung dapat meningkat 23% pada pekerja yang mengalami stress secara kronik.
Menurut penelitian pekerja yang seringkali mengalami kematian karena penyakit
jantung, serangan jantung nonfatal dan angina adalah para pekerja muda yang
berusia di akhir 30 atau 40 tahun. Para pekerja muda yang dilaporkan mengalami stress
memiliki resiko dua kali lebih tinggi terkena penyakit jantung daripada mereka
yang tidak mengalami stress kerja.
Stress
kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor intrinsic seperti
kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman, stasiun kerja yang tidak ergonomis,
kerja shift, pekerjaan berisiko tinggi dan berbahaya , pembebanan berlebih,
pemakaian teknologi baru, dan lain sebagainya. Selain faktor dalam pekerjaan
beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan timbulnya stress seperti peran
individu dalam organisasi kerja, faktor hubungan kerja, faktor pengembangan
karir, faktor struktur organisasi dan suasana kerja serta faktor lain yang
berasal dari luar pekerjaan. Selain itu karakteristik individu pekerja seperti
: umur, jenis kelamin dan jenis kepribadian juga dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi timbulnya stress kerja.
B. TUJUAN
1. Tujuan
Umum
Untuk mengetahui stress
kerja pada karyawan PT. Tirta Investama Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara
2. Tujuan
Khusus
a. Untuk
mengetahui kondisi lingkungan kerja terhadap terjadinya stress kerja
b. Untuk
mengetahui kerja shift terhadap terjadinya stress kerja
c. Untuk
mengetahui hubungan kerja dengan terjadinya stress kerja
d. Untuk mengetahui karakteristik
individu (umur dan jenis kelamin) terhadap timbulnya stress kerja
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
1.
Pengertian
Dalam
kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stress
apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan
kenyataan-kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada didalam maupun diluar
dirinya.
Segala
macam bentuk stress pada dasarnya disebabkan oleh keurangmengertian manusia
akan keterbatasan keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan
keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan rasa
bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stress. Akibat stress terhadap
seseorang dapat bermacam-macam dan hal ini tergantung kepada kekuatan konsep
diri orang tersebut yang akhirnya menentukan besar kecilnya toleransi terhadap
stress.
Secara
sederhana stress sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik
secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang
dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Stress
kerja adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan
kondisi fisik seseorang, apabila stress ini terlalu besar maka dapat mengancam
kemampuan seseorang dalam menghadapi lingkungan (Davis dan Newstrom, 1985).
Dalam kehidupan sehari-hari stress dapat diartikan sebagai sesuatu yang membuat
kita mengalami tekanan mental atau beban kehidupan, suatu kekuatan yang
mendesak atau mencekam yang menimbulkan ketegangan, mengganggu keseimbangan
karena masalah atau tuntutan penyesuaian diri. Menurut selye H. (dalam sunaryo;
2014:214) “stress adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap
setiap tuntutan kebutuhan yang ada pada dirinya”. Menurut Donnely (1985:204) menyatakan stress kerja
adalah suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individu dan/atau
proses psikologi yaitu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi atau
kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang
berlebihan terhadap seseorang. Menurut penelitian Datzer dan Kelley (dalam
Rini; 2002:1) stress dihubungkan dengan daya tahan tubuh yaitu berupa fisik,
emosional dan perilaku. Pengaruh stress terhadap daya tahan tubuh ditentukan
oleh jenis, lamanya dan frekuensi stress yang dialami seseorang, jika stress
yang dialami seseorang itu berjalan sangat lama membuat letih health promoting
response dan akhirnya melemahkan daya tahan itu sendiri. Dari beberapa defenisi
stress tersebut dapat dilihat bahwa stress kerja memberikan pengaruh yang
sangat besar pada kondisi psikologis maupun fungsi fisiologisnya, tetapi stress
pada taraf tertentu dapat menjadi motivasi yang mendorong seseorang untuk maju
dan berkembang. Semua orang tidak akan bereaksi sama terhadap suatu stressor
karena respon seseorang terhadap stressor sangat dipengaruhi oleh ambang stress
yang dimilikinya dan beberapa faktor lainnya, lagipula stress kerja sangat
mempengaruhi daya tahan tubuh karena ditentukan oleh jenis, lamanya dan
frekuensi stress yang dialami seseorang.
2.
Sumber-sumber
Stress Kerja
Sumber stress kerja menurut Wilkinson (2002:12) dapat berasal dari lingkungan
fisik maupun mental / psikologis, Stressor fisik misalnya: kuman penyakit,
kecelakaan, dan kekurangan gizi sedangkan stressor mental berupa frustrasi,
konflik sosial, tekanan dan krisis. Cooper dan Marshall (dalam Hidayat;
1998:233-237) mengidentifikasikan 7 buah sumber stress kerja yang utama, diantaranya:
faktor yang melekat dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, hubungan-hubungan
dalam organisasi, pengembangan karir, struktur dan iklim organisasi, hubungan
perusahaan/organisasi dengan pihak luar, faktor yang ada dalam diri subyek.
Dari ketujuh sumber tersebut jelas berhubungan dengan organisasi, sedang
sisanya merupakan kombinasi dan bersifat individu, tapi bila ditelusuri lebih
jauh ternyata faktor individu dan faktor organisasi merupakan suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut Robbins (1996:224) sumber stress kerja yang potensial sebagai berikut:
Menurut Robbins (1996:224) sumber stress kerja yang potensial sebagai berikut:
a. Lingkungan Perubahan dalam daur bisnis
menciptakan ketidakpastian ekonomi ini sering diiringi dengan pengurangan yang
permanen tenaga kerja, pemberhentian masal sementara, gaji yang dikurangi,
pekan kerja yang lebih pendek dan semacamnya, selain itu ketidakpastian politik
dan ketidakpastian teknologi dapat menyebabkan stress kerja.
b. Organisasional Faktor yang menjadi sumber
atau mempengaruhi stress kerja cukup banyak jumlahnya, sebagai berikut:
kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja (work Overload),
tanggung jawab terhadap orang lain (responsibility for people), pengembangan
karier (career development), kurangnya kohesi kelompok, dukungan kelompok yang
tidak memadai, struktur dan iklim organisasi (organizational structure and
climate), wilayah organisasi (Organizational territory), karekteristik tugas
(task characteristic), pengaruh kepemimpinan (leadership influence).
c.
Individual
Lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam sepekan. Pengalaman dan
masalah yang dijumpai orang diluar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan
dapat meluber ke pekerjaan, faktor ini mencakup isyu keluarga, masalah ekonomi
pribadi dan karakteristik kepribadian yang intern. Kesulitan pernikahan,
pecahnya suatu hubungan dan kedisiplinan merupakan contoh masalah hubungan yang
menciptakan stress bagi karyawan sehingga terbawa ke tempat kerja.
Menurut
Sutherland dan Cooper (dalam Smet; 1994:119) sumber stress kerja berasal
langsung dari pekerjaan dan interaksi antara lingkungan sosial dengan
pekerjaan, meliputi:
a.
Stressor
yang ada dalam pekerjaan itu sendiri. (contoh: beban kerja, fasilitas kerja
yang kurang, proses pengambilan keputusan yang lama)
b.
Konflik
peran, peran didalam kerja yang tidak jelas, tanggung jawab yang tidak
jelas.
c. Masalah dalam hubungan dengan orang lain.
(contoh: hubungan dengan atasan, rekan sejawat, dan pola hubungan atasan dengan
bawahan)
d. Perkembangan karir: under/ over – promotion,
dan keselamatan kerja.
e.
Iklim
dan struktur organisasi
f.
Adanya
konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga.
Berdasarkan
uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber stress kerja berasal dari
lingkungan yang meliputi: ketidakpastian politik, ekonomi, dan teknologi.
Organisasi meliputi: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja,
struktur dan iklim organisasi, dan lain-lain. Individu meliputi: tuntutan
keluarga, masalah ekonomi pribadi, konflik sosial.
3. Tahapan
Stress kerja
Gangguan stress biasanya timbul secara
lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering kali tidak menyadari, menurut
Robert (dalam Hawari; 1999:50) tahapan stress dikemukakan sebagai
berikut:
a.
Stress
tingkat pertama Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan dan
biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: semangat besar,
penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, kemampuan menyelesaikan pekerjaan
lebih dari biasanya Tahapan ini biasanya menyenangkan sehingga orang bertambah
semangat tanpa disadari sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
b. Stress tingkat kedua Dalam tahapan ini dampak
stress yang menyenangkan sudah mulai hilang, keluhan yang sering muncul adalah:
merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah setelah makan siang, merasa
lelah menjelang sore hari, terkadang muncul gangguan sistem pencernaan,
perasaan tegang pada otot punggung dan tengkuk, perasaan tidak bisa santai.
c. Stress tingkat ketiga Tahapan ini keluhan
keletihan mulai tampak disertai dengan gejala-gejala: gangguan usus lebih
terasa, otot lebih tegang, gangguan tidur, perasaan tegang semakin meningkat,
badan terasa goyang dan mau pingsan.
d.
Stress
tingkat empat Tahapan ini menunjuk pada keadaan yang lebih buruk dengan ciri:
sulit untuk bertahan sepanjang hari, kegiatan yang semula menyenangkan
kini terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi, situasi, pergaulan
sosial, dan kegiatan-kegiatan lainya terasa berat, tidur semakin susah,
perasaan negativistik, kemampuan berkonsentrasi menurun tajam, perasaan takut
yang tidak dapat dijelaskan.
e.
Stress
tingkat kelima Tahap ini lebih mendalam dari pada tahap keempat, yaitu:
keletihan yang mendalam, pekerjaan sederhana saja kurang mampu dikerjakan,
gangguan sistem pencernaan, perasaan yang mirip panic.
f.
Stress
tingkat keenam Tahap ini merupakan keadaan gawat darurat tidak jarang penderita
dibawa ke ICCU, gejala tahap ini cukup mengerikan antara lain: debaran jantung
yang amat kuat, sesak nafas, badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran,
dan pingsan.
Menurut Selye (dalam Hidayat; 1998:231) stress
kerja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Tahap Alarm Stage, awal pengerahan dimana
tubuh bertemu tantangan yang ditimbulkan penekanan. Jika penekanan sudah
dikenali, otak segera mengirim suatu pesan biokimia keseluruh sistem dalam
tubuh. Dengan tanda terjadinya dalam waktu yang sangat singkat, mempunyai
ketegangan yang tinggi, denyut jantung meningkat, tekanan darah naik.
b. Tahap Resistance (perlawanan), bila stress
terus berlangsung maka gejala yang semula ada akan menghilang karena terjadi
penyesuaian dengan lingkungan dan peningkatan daya tahan terhadap stress.
c.
Tahap
Kolaps/Exhaustion (kehabisan tenaga), tubuh tidak mampu mengatasi stress yang
dialami, energi menurun dan terjadi kelelahan, akhirnya muncul gangguan bahkan
sampai kematian. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tahapan
stress kerja menunjukkan manifestasi di bidang fisik dan psikis, di bidang
fisik berupa kelelahan sedangkan di bidang psikis berupa kecemasan dan depresi,
hal ini dikarenakan penyediaan energi fisik maupun mental yang mengalami
defisit terus-menerus semakin habis, sehingga daya tahan terhadap stress sangat
lemah.
4. Respon
Terhadap Stress Kerja
Setiap individu memberikan
respon yang berbeda-beda pada stressor dan juga daya tahan individu dalam
menghadapi stressor tersebut. Berkaitan dengan hal ini Hardjana (1994:24 -
26) membagi menjadi empat (4) respon stress, yaitu:
a. Gangguan Emosional Jika seseorang stress,
mereka akan memberikan respon yang bersifat cemas, gelisah, mudah marah, mudah
tersinggung, depresi, rasa harga diri menurun, mood berubah-ubah. Namun tidak
semua individu merasakan hal yang demikian, emosi yang berkaitan dengan stress
biasanya berlawanan dengan emosi positif seperti bahagia, senang, dan cinta.
Emosi stress yang paling umum terjadi adalah kecemasan dan depresi yang
ditandai dengan perasan takut, cemas, gelisah, pesimis, dan merasa tidak berguna.
b. Gangguan pada intelektual Gangguan ini
berkaitan dengan berfikir, gangguan dalam konsentrasi, ingatan, sulit mengambil
keputusan, suka melamun, kehilangan rasa humor, prestasi kerja yang menurun,
mutu kerja rendah, dalam kerja bertambah jumlah kekeliruan yang dibuat
bertambah.
c.
Gangguan
pada fisikal Gangguan ini berkaitan dengan sakit kepala atau pusing, susah
tidur, sulit buang air besar, tekanan darah naik atau serangan jantung,
mengeluarkan keringat, berubah selera makan, lelah atau kehilangan daya energi,
bertambah banyak melakukan kekeliruan atas kesalahan dalam kerja dan hidupnya.
d.
Gangguan
pada interpersonal Stress ini mempengaruhi hubungan dengan orang lain baik di
luar maupun di dalam, antara lain kehilangan kepercayaan kepada orang lain,
mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak
memenuhinya, suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang dengan
kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi atau mempertahankan diri, dan
suka mendiamkan orang lain.
Menurut Terry Beehr dan John Newman (dalam
Rini; 2002:2), Wilkinson (2002:16) dan Neil Hibler (dalam Hager dan Hager;
1999:27) membagi respon stress kerja menjadi tiga (3) yaitu:
a. Reaksi emosional, meliputi: kecemasan,
ketegangan, mudah marah, mengurung diri, lelah mental, sulit mengambil
keputusan, tidak dapat menikmati liburan.
b. Reaksi fisik, meliputi: otot tegang,
meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, lelah fisik, gangguan
kardiovaskuler, perubahan nafsu makan.
c. Reaksi perilaku, meliputi: menunda atau
menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan
mabuk, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas, meningkatnya frekuensi
absensi, kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang
lain, mudah membatalkan janji, dan lain-lain.
Menurut Everly dan Girndano (dalam Munandar;
2001:379) individu yang mengalami stress biasanya mengalami symptom fisiologis
yang terbagi menjadi:
a. Mood (suasana hati) hal ini berupa over
excited, merasa cemas, sulit tidur pada malam hari, menjadi mudah bingung dan
lupa, menjadi gugup.
b. Muscculoskeletal symptom hal ini berupa sakit
kepala, mulut terasa kering, perasaan tegang dan gugup, tubuh terasa lemas,
dada terasa nyeri, perasaan goyang, munculnya ketegangan, kegoncangan,
kelelahan, dan kesakitan.
c. Symptomps of visceral (symptom organ dalam)
berupa muncul perasaan mual pada perut, tangan dan kaki terasa dingin,
kehilangan gairah seks, jantung berdebar-debar, napas terasa sesak, perut
kejang-kejang dan terasa gemetar.
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa respon yang saling
berinteraksi dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu respon terhadap stress
meliputi gangguan pada emosional, gangguan pada perilaku/ interpersonal,
gangguan pada fungsi pikir/ intelektual dan gangguan pada fungsi aktifitas
fisiologis/ fisik dengan demikian kita dapat mengetahui mana yang lebih sehat
antara individu yang satu dengan yang lain.
5. Faktor
Yang Mempengaruhi Stress Kerja
Reaksi terhadap stress kerja bervariasi
antara orang yang satu dengan yang lain, perbedaan ini sering disebabkan oleh
faktor psikologis dan sosial yang tampaknya dapat merubah dampak stress bagi
individu. Menurut Smet (1994:131) faktor yang mempengaruhi pengalaman stress
kerja menjadi lima (5), yaitu:
a.
Variabel
dalam kondisi individu: umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen,
faktor genetik, inteligensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi, dan
kondisi fisik.
b. Karakteristik kepribadian:
introvert-ektrovert, stabilitas emosi secara umum, tipe kepribadian A, locus of
control, kekebalan dan ketahanan.
c. Sosial-kognitif: dukungan sosial yang
dirasakan, jaringan sosial.
d.
Hubungan
dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima
e.
Strategi
koping, mempunyai dua fungsi menurut Lazarus & Folkam (dalam Smet;
1994:145), yaitu:
1).
Emotion – Focused Coping (fokus pada emosi) di gunakan untuk mengatur respon
emosional terhadap stress, dengan cara penghindaran, pengambilan jarak,
perhatian yang bersifat selektif, dan pengambilan makna dari kejadian-kejadian
yang negatif.
2).
Problem – Focused Coping (fokus pada pemecahan masalah). Individu akan
mengatasinya dengan mempelajari cara-cara atau ketrampilan yang baru, individu
akan cenderung melakukan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah
situasi.
Menurut Sarafino (1990:94) faktor-faktor yang
mempengaruhi stress kerja terdiri dari:
a.
Lingkungan
fisik yang terlalu menekan (kebisingan, temperature, udara yang lembab,
penerangan dikantor yang kurang terang.
b.
Kurang
control.
c.
Kurangnya
hubungan interpersonal.
d.
Kurangnya
pengakuan terhadap kemajuan kerja.
Menurut Sunaryo (2004:216) faktor-faktor yang
mempengaruhi stress adalah
a.
Faktor
biologis, herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik.
b. Faktor psikoedukatif/sosiocultural, perkembangan
kepribadian, pengalaman, dan kondisi yang mempengaruhi.
Dari
uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor variabel dalam kondisi
individu, karakteristik kepribadian, sosial-kognitif, hubungan dengan
lingkungan sosial dan strategi koping akan mempengaruhi stress kerja individu
itu sendiri.
6. Cara
mengatasi Stress di tempat Kerja
Setiap
orang mempunyai kecenderungan untuk mengalami stress dengan cara yang berbeda.
Sebetulnya mengendalikan stress tidak sesulit seperti yang dipikirkan, tapi
bagaimana kita melihat sesuatu dari sudut yang berbeda, berikut beberapa tips
mengatasi stress di tempat kerja :
a. Rencanakan dengan baik aktivitas
anda : apa, mengapa, bagaimana, kapan dan siapa yang bertanggung jawab terhadap
tugas-tugas. Penting sekali untuk membuat perencanaan bukan hanya jangka
panjang tapi juga jangka pendek (rencana bulanan, rencana harian).
b. Pastinya anda di masa lalu pernah
mengalami masalah-masalah di tempat kerja. Coba ingat-ingat kembali adakah
cara-cara yang dapat anda gunakan untuk mengatasi masalah yang anda hadapi saat
ini.
c. Ikutlah membangun iklim kerja yang
menyenangkan, yaitu dengan bersikap terbuka dan berkomunikasi dengan sesama
rekan kerja.
d. Pastikan anda mengerti terhadap
tugas dan tanggung jawab anda, serta jangan ragu untuk bertanya.
e. Lakukan beberapa kali break untuk
beberapa menit selama anda bekerja. Santai dan JANGAN MELAKUKAN APAPUN. Ambil
nafas dalam-dalam.
f. Miliki sikap toleransi kepada sesama
rekan kerja. Ingatlah bahwa masing-masing orang adalah pribadi yang unik,
sebagai contoh : beberapa orang justru berprestasi lebih baik di bawah tekanan
sementara sebagian yang lain membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
g. Delegasikan sebagian tanggung jawab
anda kepada anak buah anda.
h. Pertahankan semangat tim anda,
misalnya dengan melakukan perayaan-perayaan kecil, berolahraga atau berekreasi bersama.
i. Sediakan lingkungan kerja yang baik.
Minimalkan gangguan-gangguan seperti suara, ventilasi, cahaya dan suhu.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Survei ini merupakan studi deskriptif
untuk mengetahui faktor-faktor penyebab stress pada karyawan PT. Tirta
Investama Airmadidi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
PT.
Tirta Investama Airmadidi mempunyai visi divisi Danone Aqua “menjadi penyedia
produk terbaik di Danone group melalui praktek perusahaan kelas dunia dengan
menjiwai prinsip-prinsip damaway (Danone Aqua Manajemen Way)”. Pabrik Aqua
Airmadidi diremsikan presiden Suharto tahun 1991, tanggal 5 Agustus 1991
merupakan produksi pertama Pabrik Aqua Airmadidi dengan nama PT. Sulut
Klabatindo, sejak tahun 2002 aqua menjadi produsen AMDK no.1 didunia sekaligus
menjadikan group danone sebagai perusahaan air minum terbesar di dunia. Total
volume produksi aqua akhir tahun 2012 tercatat 10 milyard liter. Aqua memiliki
17 pabrik ; 1 diluar negeri (brunei Darussalam), 16 di Indonesia (Medan Plant,
lampung Plant, Bekasi Plant, Mekarsari Plant, Babakan Pari Plant, Citerup
Plant, Subang Plant, Wonosobo Plant, Klaten Plant, Pandaan Plant, Kebon Candi
Plant, Bali Plant, Airmadidi Plant, Ciherang Plant, Cianjur Plant dan Gatsur
Plant.
Sumber
air Aqua Airmadidi adalah dari mata air tambuk terang gunung klabat (mountain
spring water) mata air yang sudah terbentuk ratusan tahun yang lalu dan tidak
terpengaruh oleh lingkungan sehingga volume dan debit air terjaga sepanjang
tahun. Mata air ini dialirkan melalui pipa stainless steel (food grade) untuk
mengalirkan ke storage tank atau tempat penyimpanan yang bersifat sementara.
Selanjutnya air akan diolah di water treatment unit melalui proses penyaringan
berlapis, catridge 1 micron, proses uv, dan proses ozonasi. Semua proses ini
sesuai dengan proses ketahanan pangan melalui proses manajemen mutu. Produk
aqua tersedia dalam bebagai kemasan dan desain yang manrik demi untuk kepuasan
pelanggan. Jenis produk aqua airmadidi ; Produk 5 galon, 1500 ml, 600 ml dan
240 ml. untuk produk 5 galon melalui beberapa tahapan prosedur oleh quality
control, botol yang tidak memenuhi standar produksi dipisahkan untuk
selanjutnya diproses. Standar botol 5 galon yang siap pakai adalah :
- Tidak
berlumut
- Tidak
pecah
- Tidak
buram
- Tidak
bernoda
- Tidak
terkena thinner, aspal, cat dan api
- Tahan
terkena benda asing
- Tidak
berbau tajam
- Mulut
botol tidak miring atau gompal, penyok atau ditambal
- Botolnya
harus merk aqua bukan merk yang lain
Botol yang sudah
diseleksi oleh quality control dimasukkan divisual control setelah itu
dimasukkan dimesin pencuci botol melalui beberapa tahapan :
- Prewash
eksternal tank untuk menghilangkan debu dibadan botol bagian luar
- Internal
prewash tank untuk menghilangkan debu yang ada didalam botol
- Washing
tnak untuk membersihkan partikel halus dan siap untuk diisi. Dalam proses ini
ada 3 hal yang perlu diperhatikan
- Rinse/Sanitation
tank untuk membersihkan residu bahan pencuci agar tidak terbawa ke final rinse
- Final
rinse untuk memastikan tidak ada residu pencuci
Berdasarkan
angket stress kerja yang kami
bagikan pada sampel
40 orang (10%) dari total karyawan
didapatkan hasil 80% tidak mengalami stress kerja
dan 20% mengalami stress kerja. 20% yang mengalami stress berada di bagian produksi, dikarenakan
kurang harmonisnya hubungan dengan atasan sehingga kerjasama tim kurang
maksimal. Hal itu diperkuat dengan beberapa pernyataan berikut ini:
- 20% karyawan menyatakan “ada hubungan yang tidak baik
antara atasan dan karyawan”.
- 15% karyawan menyatakan “atasan bertindak kurang adil
dalam pembagian order pekerjaan kepada bawahannya”.
- 15% karyawan menyatakan “peran yang saya terima di
perusahaan ini sering bertentangan satu sama lain sehingga membingungkan”.
- 15% karyawan menyatakan “di perusahaan ini, pekerjaan
karyawan tidak dikoordinasikan dengan baik sehingga menghambat pencapaian
target”.
- 15% karyawan menyatakan “saya merasa tidak mempunyai
peranan dalam setiap pengambilan keputusan atasan yang menyangkut perusahaan”.
- 20% karyawan menyatakan “saya merasa tidak mengetahui
bagaimana penilaian atasan terhadap hasil kerja saya”.
- 20% karyawan menyatakan “di perusahaan ini segalanya
harus dimintakan persetujuan atasan sehingga tidak ada kesempatan bagi saya
untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan organisasi”.
Selain beberapa pernyataan di atas, ada juga beberapa alasan yang dapat
menjelaskan stressor di bagian produksi, antara lain:
- 10% karyawan menyatakan target perusahaan dan tuntutan
tugas terlalu tinggi sehingga memberatkan.
- 15% karyawan menyatakan tuntutan tugas yang terlalu
tinggi sering membuat frustasi.
- 20% karyawan menyatakan kerja kerasnya tidak sebanding
dengan hasil yang diterima.
- 15% karyawan menyatakan merasa putus asa karena sudah
lama bekerja di perusahaan ini, tetapi tidak mengalami peningkatan posisi dalam
bekerja.
Ditarik kesimpulan oleh kelompok, stressor di bagian
produksi juga terjadi karena ada karyawan yang merasa tuntutan tugas terlalu
tinggi sehingga memberatkan, tuntutan tugas tinggi membuat frustasi dalam
pekerjaan, kerja keras tidak sebanding
dengan hasil yang diterima dan tidak ada peningkatan posisi walau sudah lama bekerja.
Pertanyaan dari hasil diskusi kelompok dirangkum dalam 2 bagian yaitu :
1. Bagaimana cara-cara mengatasi stressor di perusahaan?
2. Bagaimana menciptakan kondisi kerja yang kondusif?
Kondisi kerja yang Kondusif dapat
tercipta, bila para pimpinan dapat melakukan beberapa hal sebagai berikut:
- Bila karyawan merasa nyaman bekerja, karena selalu di ‘back up’ dengan baik oleh atasannya, dan mendapat dukungan/bantuan pada saat diperlukan.
- Bila proses bisnis di lakukan dengan efisien dan efektif tanpa birokrasi yang berlebihan.
- Bila pimpinan berhasil menciptakan budaya kerja yang sesuai dengan misi perusahaan, dimana sikap dan perilaku karyawan dapat sejalan dengan sasaran perusahaan.
- Ada kerjasama yang baik antara satu pegawai dengan yang lain.
- Fasilitas merupakan salah satu faktor penentu yang menunjang kenyamanan di lingkungan kerja. Contoh dari fasilitas yang bisa membuat nyaman pegawai adalah adanya AC di ruang kantor selanjutnya fasilitas seperti tempat karaoke khusus dan kantin yang bersih akan membuat karyawan mampu memperoleh kepuasan.
Dari wawancara dengan HRD PT. Tirta
Investama di Airmadidi, hasil analisa kelompok tentang kondisi kerja adalah
sebagai berikut:
1.
Budaya kerja yang sudah sesuai dengan visi perusahaan
yaitu “menjadi penyedia produk terbaik di Danone
group melalui praktek perusahaan kelas dunia dengan menjiwai prinsip-prinsip
damaway (Danone Aqua Manajemen Way)”.
2.
Ada kerjasama tim yaitu pembagian shift kerja.
3.
Adanya fasilitas seperti AC dan kantin di perusahaan.
V.
KESIMPULAN
Hasil
Survei di PT. Tirta Investama Airmadidi
Berdasarkan
hasil kuesioner stress kerja yang kami bagikan pada sampel 40 orang (10%) dari
karyawan didapatkan hasil 80% tidak mengalami stress di tempat kerja, 20% mengalami
stress kerja dikarenakan hubungan dengan atasan kurang baik sehingga kerja sama
tim tidak maksimal.
Berdasarkan
tujuan khusus maka hasil yang didapatkan antara lain:
a. Tidak ada hubungan antara kondisi lingkungan dengan stress kerja.
a. Tidak ada hubungan antara kondisi lingkungan dengan stress kerja.
b. Tidak
ada hubungan antara kerja shift dengan stress kerja.
c. Ada hubungan antara pimpinan dan karyawan dengan
stress kerja.
d.Tidak ada hubungan antara
karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) dengan stress kerja.
VI. SARAN
Berdasarkan hasil
survey maka saran dari kelompok kami, yaitu:
1. Meningkatkan
metode pembelajaran kerjasama team bagi pekerja.
2. Mempertahankan
dan meningkatkan kinerja kerja yang sudah baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Anoraga,
Pandji, Psikologi Kerja, Rineka Cipta, Jakarta 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar