Sabtu, 31 Mei 2014

Tugas kelompok Kesehatan dan keselamatan kerja



STRESS KERJA
I.    PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menimbulkan penyakit akibat kerja. Gangguan ini dapat berupa fisik atau psikis terhadap tenaga kerja. Gangguan psikis merupakan potensi bahaya yang sering terabaikan, padahal potensi bahaya psikis ini juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan mental pekerja. Terjadinya konflik dalam diri tenaga kerja sebagai akibat yang timbul dari gangguan psikologi apabila tidak segera diatasi akan berdampak pada timbulnya stress kerja.
Persaingan dan banyaknya tuntutan profesionalitas yang semakin  tinggi menimbulkna banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan perekonomian di Indonesia yang belum stabil akibat badai krisis yang berkepanjangan juga sangat potensial menimbulkan tekanan. Tekanan yang timbul dan berlangsung terus menerus berpotensi menimbulkan kecemasan. Dampak yang sangat merugikan dari adanya gangguan kecemasan yang sering dialami oleh masyarakat dan angkatan kerja pada khususnya disebut stress. Stress merupakan hasil reaksi emosi dan fisik akibat kegagalan individu beradaptasi pada lingkungan.
Stress adalah segala aksi dari tubuh manusia terhadap segala rangsangan baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai pada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus pada menurunnya performance, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
Survey yang dilakukan oleh Northwestern National Life pada pekerja di Amerika menunjukkan bahwa 40% pekerja dilaporkan mengalami stress di tempat kerja dan seperempat pekerja menganggap pekerjaan mereka sebagai stressor paling utama dalam hidup mereka. Sedangkan menurut survey yang dilakukan Yale University mnenunjukkan bahwa sebanyak 29% pekerja di Amerika mengalami stress ditempat kerja.  Hasil penelitian yang diumumkan International Labour organization (ILO) pada bulan Oktober 2000 mengenai program dan kebijakan kesehatan Jiwa pada angkatan kerja di finlandia, Jerman, Polandia, Inggris dan AS menunjukkan bahwa kasus gangguan jiwa semakin meningkat. Dilaporkan bahwa Saru dari sepuluh pekerja mengalami depresi, kecemasan, stress dan burnout. Beberapa kasus, masalah ini menyebabkan orang kehilangan pekerjaan atau dirawat di rumah sakit.
Di Indonesia yang memiliki jumlah angkatan kerja mencapai 120,4 juta orang pada februari 2012 atau bertambah 1 juta orang disbanding februari tahun 2011, memiliki potensi kerugian yang sangat besar sebagai dampak dari stress kerja. Penelitian terhadap dampak stress kerja pada pekerja di Indonesia menunjukkan bahwa dampak dari stress kerja secara fisiologis, bisa hanya berupa gangguang tidur dan sakit kepala, hingga jantung koroner dan hipertensi, absenteisme dan kecelakaan kerja yang dikalangan pekerja.
Stress mempunyai berbagai macam dampak, baik bagi individu itu sendiri maupun bagi lingkungan disekitarnya. Penyakit yang dapat diderita seseorang yang mengalami stress kronis atau menderita stress dalam waktu yang lama diantaranya adalah penyakit jantung, masalah pencernaan, kegemukan, gangguan memori, memburuknya kondisi kulit seperti eksim dan lain sebagainya. Penelitian menunjukkan penyakit jantung dapat meningkat 23% pada pekerja yang mengalami stress secara kronik. Menurut penelitian pekerja yang seringkali mengalami kematian karena penyakit jantung, serangan jantung nonfatal dan angina adalah para pekerja muda yang berusia di akhir 30 atau 40 tahun. Para pekerja muda yang dilaporkan mengalami stress memiliki resiko dua kali lebih tinggi terkena penyakit jantung daripada mereka yang tidak mengalami stress kerja.
Stress kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor intrinsic seperti kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman, stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, pekerjaan berisiko tinggi dan berbahaya , pembebanan berlebih, pemakaian teknologi baru, dan lain sebagainya. Selain faktor dalam pekerjaan beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan timbulnya stress seperti peran individu dalam organisasi kerja, faktor hubungan kerja, faktor pengembangan karir, faktor struktur organisasi dan suasana kerja serta faktor lain yang berasal dari luar pekerjaan. Selain itu karakteristik individu pekerja seperti : umur, jenis kelamin dan jenis kepribadian juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi timbulnya stress kerja.

B. TUJUAN
1.  Tujuan Umum
Untuk mengetahui stress kerja pada karyawan PT. Tirta Investama Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara
2.  Tujuan Khusus
a.  Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja terhadap terjadinya stress kerja
b.  Untuk mengetahui kerja shift terhadap terjadinya stress kerja
c.   Untuk mengetahui hubungan kerja dengan terjadinya stress kerja
d.  Untuk mengetahui karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) terhadap timbulnya stress kerja

II.   TINJAUAN PUSTAKA
1.    Pengertian
Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stress apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada didalam maupun diluar dirinya.
Segala macam bentuk stress pada dasarnya disebabkan oleh keurangmengertian manusia akan keterbatasan keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stress. Akibat stress terhadap seseorang dapat bermacam-macam dan hal ini tergantung kepada kekuatan konsep diri orang tersebut yang akhirnya menentukan besar kecilnya toleransi terhadap stress.
Secara sederhana stress sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Stress kerja adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang, apabila stress ini terlalu besar maka dapat mengancam kemampuan seseorang dalam menghadapi lingkungan (Davis dan Newstrom, 1985). Dalam kehidupan sehari-hari stress dapat diartikan sebagai sesuatu yang membuat kita mengalami tekanan mental atau beban kehidupan, suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam yang menimbulkan ketegangan, mengganggu keseimbangan karena masalah atau tuntutan penyesuaian diri. Menurut selye H. (dalam sunaryo; 2014:214) “stress adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada pada dirinya”. Menurut  Donnely (1985:204) menyatakan stress kerja adalah suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individu dan/atau proses psikologi yaitu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. Menurut penelitian Datzer dan Kelley (dalam Rini; 2002:1) stress dihubungkan dengan daya tahan tubuh yaitu berupa fisik, emosional dan perilaku. Pengaruh stress terhadap daya tahan tubuh ditentukan oleh jenis, lamanya dan frekuensi stress yang dialami seseorang, jika stress yang dialami seseorang itu berjalan sangat lama membuat letih health promoting response dan akhirnya melemahkan daya tahan itu sendiri. Dari beberapa defenisi stress tersebut dapat dilihat bahwa stress kerja memberikan pengaruh yang sangat besar pada kondisi psikologis maupun fungsi fisiologisnya, tetapi stress pada taraf tertentu dapat menjadi motivasi yang mendorong seseorang untuk maju dan berkembang. Semua orang tidak akan bereaksi sama terhadap suatu stressor karena respon seseorang terhadap stressor sangat dipengaruhi oleh ambang stress yang dimilikinya dan beberapa faktor lainnya, lagipula stress kerja sangat mempengaruhi daya tahan tubuh karena ditentukan oleh jenis, lamanya dan frekuensi stress yang dialami seseorang.

2.    Sumber-sumber Stress Kerja
Sumber stress kerja menurut Wilkinson (2002:12) dapat berasal dari lingkungan fisik maupun mental / psikologis, Stressor fisik misalnya: kuman penyakit, kecelakaan, dan kekurangan gizi sedangkan stressor mental berupa frustrasi, konflik sosial, tekanan dan krisis. Cooper dan Marshall (dalam Hidayat; 1998:233-237) mengidentifikasikan 7 buah sumber stress kerja yang utama, diantaranya: faktor yang melekat dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, hubungan-hubungan dalam organisasi, pengembangan karir, struktur dan iklim organisasi, hubungan perusahaan/organisasi dengan pihak luar, faktor yang ada dalam diri subyek. Dari ketujuh sumber tersebut jelas berhubungan dengan organisasi, sedang sisanya merupakan kombinasi dan bersifat individu, tapi bila ditelusuri lebih jauh ternyata faktor individu dan faktor organisasi merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut Robbins (1996:224) sumber stress kerja yang potensial sebagai berikut: 
a.  Lingkungan Perubahan dalam daur bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi ini sering diiringi dengan pengurangan yang permanen tenaga kerja, pemberhentian masal sementara, gaji yang dikurangi, pekan kerja yang lebih pendek dan semacamnya, selain itu ketidakpastian politik dan ketidakpastian teknologi dapat menyebabkan stress kerja.
b.  Organisasional Faktor yang menjadi sumber atau mempengaruhi stress kerja cukup banyak jumlahnya, sebagai berikut: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja (work Overload), tanggung jawab terhadap orang lain (responsibility for people), pengembangan karier (career development), kurangnya kohesi kelompok, dukungan kelompok yang tidak memadai, struktur dan iklim organisasi (organizational structure and climate), wilayah organisasi (Organizational territory), karekteristik tugas (task characteristic), pengaruh kepemimpinan (leadership influence). 
c.   Individual Lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam sepekan. Pengalaman dan masalah yang dijumpai orang diluar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan dapat meluber ke pekerjaan, faktor ini mencakup isyu keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian yang intern. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan dan kedisiplinan merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stress bagi karyawan sehingga terbawa ke tempat kerja. 


Menurut Sutherland dan Cooper (dalam Smet; 1994:119) sumber stress kerja berasal langsung dari pekerjaan dan interaksi antara lingkungan sosial dengan pekerjaan, meliputi: 
a.    Stressor yang ada dalam pekerjaan itu sendiri. (contoh: beban kerja, fasilitas kerja yang kurang, proses pengambilan keputusan yang lama)
b.    Konflik peran, peran didalam kerja yang tidak jelas, tanggung jawab yang tidak jelas. 
c.    Masalah dalam hubungan dengan orang lain. (contoh: hubungan dengan atasan, rekan sejawat, dan pola hubungan atasan dengan bawahan) 
d.    Perkembangan karir: under/ over – promotion, dan keselamatan kerja. 
e.    Iklim dan struktur organisasi 
f.     Adanya konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber stress kerja berasal dari lingkungan yang meliputi: ketidakpastian politik, ekonomi, dan teknologi. Organisasi meliputi: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja, struktur dan iklim organisasi, dan lain-lain. Individu meliputi: tuntutan keluarga, masalah ekonomi pribadi, konflik sosial.
3.    Tahapan Stress kerja 
Gangguan stress biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering kali tidak menyadari, menurut Robert (dalam Hawari; 1999:50) tahapan stress dikemukakan sebagai berikut: 
a.   Stress tingkat pertama Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: semangat besar, penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya Tahapan ini biasanya menyenangkan sehingga orang bertambah semangat tanpa disadari sebenarnya cadangan energinya sedang menipis. 
b.   Stress tingkat kedua Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan sudah mulai hilang, keluhan yang sering muncul adalah: merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah setelah makan siang, merasa lelah menjelang sore hari, terkadang muncul gangguan sistem pencernaan, perasaan tegang pada otot punggung dan tengkuk, perasaan tidak bisa santai.
c.   Stress tingkat ketiga Tahapan ini keluhan keletihan mulai tampak disertai dengan gejala-gejala: gangguan usus lebih terasa, otot lebih tegang, gangguan tidur, perasaan tegang semakin meningkat, badan terasa goyang dan mau pingsan. 
d.   Stress tingkat empat Tahapan ini menunjuk pada keadaan yang lebih buruk dengan ciri: sulit untuk bertahan sepanjang hari, kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi, situasi, pergaulan sosial, dan kegiatan-kegiatan lainya terasa berat, tidur semakin susah, perasaan negativistik, kemampuan berkonsentrasi menurun tajam, perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan.
e.   Stress tingkat kelima Tahap ini lebih mendalam dari pada tahap keempat, yaitu: keletihan yang mendalam, pekerjaan sederhana saja kurang mampu dikerjakan, gangguan sistem pencernaan, perasaan yang mirip panic.
f.    Stress tingkat keenam Tahap ini merupakan keadaan gawat darurat tidak jarang penderita dibawa ke ICCU, gejala tahap ini cukup mengerikan antara lain: debaran jantung yang amat kuat, sesak nafas, badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran, dan pingsan.
Menurut Selye (dalam Hidayat; 1998:231) stress kerja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a.    Tahap Alarm Stage, awal pengerahan dimana tubuh bertemu tantangan yang ditimbulkan penekanan. Jika penekanan sudah dikenali, otak segera mengirim suatu pesan biokimia keseluruh sistem dalam tubuh. Dengan tanda terjadinya dalam waktu yang sangat singkat, mempunyai ketegangan yang tinggi, denyut jantung meningkat, tekanan darah naik. 
b.    Tahap Resistance (perlawanan), bila stress terus berlangsung maka gejala yang semula ada akan menghilang karena terjadi penyesuaian dengan lingkungan dan peningkatan daya tahan terhadap stress. 
c.     Tahap Kolaps/Exhaustion (kehabisan tenaga), tubuh tidak mampu mengatasi stress yang dialami, energi menurun dan terjadi kelelahan, akhirnya muncul gangguan bahkan sampai kematian. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tahapan stress kerja menunjukkan manifestasi di bidang fisik dan psikis, di bidang fisik berupa kelelahan sedangkan di bidang psikis berupa kecemasan dan depresi, hal ini dikarenakan penyediaan energi fisik maupun mental yang mengalami defisit terus-menerus semakin habis, sehingga daya tahan terhadap stress sangat lemah.
4.   Respon Terhadap Stress Kerja
Setiap individu memberikan respon yang berbeda-beda pada stressor dan juga daya tahan individu dalam menghadapi stressor tersebut. Berkaitan dengan hal ini Hardjana (1994:24 - 26) membagi menjadi empat (4) respon stress, yaitu: 
a.    Gangguan Emosional Jika seseorang stress, mereka akan memberikan respon yang bersifat cemas, gelisah, mudah marah, mudah tersinggung, depresi, rasa harga diri menurun, mood berubah-ubah. Namun tidak semua individu merasakan hal yang demikian, emosi yang berkaitan dengan stress biasanya berlawanan dengan emosi positif seperti bahagia, senang, dan cinta. Emosi stress yang paling umum terjadi adalah kecemasan dan depresi yang ditandai dengan perasan takut, cemas, gelisah, pesimis, dan merasa tidak berguna. 
b.    Gangguan pada intelektual Gangguan ini berkaitan dengan berfikir, gangguan dalam konsentrasi, ingatan, sulit mengambil keputusan, suka melamun, kehilangan rasa humor, prestasi kerja yang menurun, mutu kerja rendah, dalam kerja bertambah jumlah kekeliruan yang dibuat bertambah. 
c.    Gangguan pada fisikal Gangguan ini berkaitan dengan sakit kepala atau pusing, susah tidur, sulit buang air besar, tekanan darah naik atau serangan jantung, mengeluarkan keringat, berubah selera makan, lelah atau kehilangan daya energi, bertambah banyak melakukan kekeliruan atas kesalahan dalam kerja dan hidupnya.
d.    Gangguan pada interpersonal Stress ini mempengaruhi hubungan dengan orang lain baik di luar maupun di dalam, antara lain kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya, suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi atau mempertahankan diri, dan suka mendiamkan orang lain.
Menurut Terry Beehr dan John Newman (dalam Rini; 2002:2), Wilkinson (2002:16) dan Neil Hibler (dalam Hager dan Hager; 1999:27) membagi respon stress kerja menjadi tiga (3) yaitu:
a.    Reaksi emosional, meliputi: kecemasan, ketegangan, mudah marah, mengurung diri, lelah mental, sulit mengambil keputusan, tidak dapat menikmati liburan.
b.    Reaksi fisik, meliputi: otot tegang, meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, lelah fisik, gangguan kardiovaskuler, perubahan nafsu makan. 
c.    Reaksi perilaku, meliputi: menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas, meningkatnya frekuensi absensi, kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji, dan lain-lain. 
Menurut Everly dan Girndano (dalam Munandar; 2001:379) individu yang mengalami stress biasanya mengalami symptom fisiologis yang terbagi menjadi: 
a.    Mood (suasana hati) hal ini berupa over excited, merasa cemas, sulit tidur pada malam hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi gugup. 
b.    Muscculoskeletal symptom hal ini berupa sakit kepala, mulut terasa kering, perasaan tegang dan gugup, tubuh terasa lemas, dada terasa nyeri, perasaan goyang, munculnya ketegangan, kegoncangan, kelelahan, dan kesakitan. 
c.    Symptomps of visceral (symptom organ dalam) berupa muncul perasaan mual pada perut, tangan dan kaki terasa dingin, kehilangan gairah seks, jantung berdebar-debar, napas terasa sesak, perut kejang-kejang dan terasa gemetar. 
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa respon yang saling berinteraksi dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu respon terhadap stress meliputi gangguan pada emosional, gangguan pada perilaku/ interpersonal, gangguan pada fungsi pikir/ intelektual dan gangguan pada fungsi aktifitas fisiologis/ fisik dengan demikian kita dapat mengetahui mana yang lebih sehat antara individu yang satu dengan yang lain. 

5.    Faktor Yang Mempengaruhi Stress Kerja 
Reaksi terhadap stress kerja bervariasi antara orang yang satu dengan yang lain, perbedaan ini sering disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang tampaknya dapat merubah dampak stress bagi individu. Menurut Smet (1994:131) faktor yang mempengaruhi pengalaman stress kerja menjadi lima (5), yaitu: 
a.    Variabel dalam kondisi individu: umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen, faktor genetik, inteligensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi, dan kondisi fisik.
b.    Karakteristik kepribadian: introvert-ektrovert, stabilitas emosi secara umum, tipe kepribadian A, locus of control, kekebalan dan ketahanan. 
c.    Sosial-kognitif: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial. 
d.    Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima
e.    Strategi koping, mempunyai dua fungsi menurut Lazarus & Folkam (dalam Smet; 1994:145), yaitu: 
1). Emotion – Focused Coping (fokus pada emosi) di gunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stress, dengan cara penghindaran, pengambilan jarak, perhatian yang bersifat selektif, dan pengambilan makna dari kejadian-kejadian yang negatif. 
2). Problem – Focused Coping (fokus pada pemecahan masalah). Individu akan mengatasinya dengan mempelajari cara-cara atau ketrampilan yang baru, individu akan cenderung melakukan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. 
Menurut Sarafino (1990:94) faktor-faktor yang mempengaruhi stress kerja terdiri dari: 
a.    Lingkungan fisik yang terlalu menekan (kebisingan, temperature, udara yang lembab, penerangan dikantor yang kurang terang. 
b.    Kurang control. 
c.    Kurangnya hubungan interpersonal.
d.    Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja.
Menurut Sunaryo (2004:216) faktor-faktor yang mempengaruhi stress adalah
a.      Faktor biologis, herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik.
b.      Faktor psikoedukatif/sosiocultural, perkembangan kepribadian, pengalaman, dan kondisi yang mempengaruhi.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor variabel dalam kondisi individu, karakteristik kepribadian, sosial-kognitif, hubungan dengan lingkungan sosial dan strategi koping akan mempengaruhi stress kerja individu itu sendiri.

6.    Cara mengatasi Stress di tempat Kerja
Setiap orang mempunyai kecenderungan untuk mengalami stress dengan cara yang berbeda. Sebetulnya mengendalikan stress tidak sesulit seperti yang dipikirkan, tapi bagaimana kita melihat sesuatu dari sudut yang berbeda, berikut beberapa tips mengatasi stress di tempat kerja :
a.    Rencanakan dengan baik aktivitas anda : apa, mengapa, bagaimana, kapan dan siapa yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas. Penting sekali untuk membuat perencanaan bukan hanya jangka panjang tapi juga jangka pendek (rencana bulanan, rencana harian).
b.    Pastinya anda di masa lalu pernah mengalami masalah-masalah di tempat kerja. Coba ingat-ingat kembali adakah cara-cara yang dapat anda gunakan untuk mengatasi masalah yang anda hadapi saat ini.
c.    Ikutlah membangun iklim kerja yang menyenangkan, yaitu dengan bersikap terbuka dan berkomunikasi dengan sesama rekan kerja.
d.    Pastikan anda mengerti terhadap tugas dan tanggung jawab anda, serta jangan ragu untuk bertanya.
e.    Lakukan beberapa kali break untuk beberapa menit selama anda bekerja. Santai dan JANGAN MELAKUKAN APAPUN. Ambil nafas dalam-dalam.
f.     Miliki sikap toleransi kepada sesama rekan kerja. Ingatlah bahwa masing-masing orang adalah pribadi yang unik, sebagai contoh : beberapa orang justru berprestasi lebih baik di bawah tekanan sementara sebagian yang lain membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaannya.
g.    Delegasikan sebagian tanggung jawab anda kepada anak buah anda.
h.    Pertahankan semangat tim anda, misalnya dengan melakukan perayaan-perayaan kecil, berolahraga atau berekreasi bersama.
i.      Sediakan lingkungan kerja yang baik. Minimalkan gangguan-gangguan seperti suara, ventilasi, cahaya dan suhu.

III.  METODOLOGI PENELITIAN
Survei ini merupakan studi deskriptif untuk mengetahui faktor-faktor penyebab stress pada karyawan PT. Tirta Investama Airmadidi

IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
PT. Tirta Investama Airmadidi mempunyai visi divisi Danone Aqua “menjadi penyedia produk terbaik di Danone group melalui praktek perusahaan kelas dunia dengan menjiwai prinsip-prinsip damaway (Danone Aqua Manajemen Way)”. Pabrik Aqua Airmadidi diremsikan presiden Suharto tahun 1991, tanggal 5 Agustus 1991 merupakan produksi pertama Pabrik Aqua Airmadidi dengan nama PT. Sulut Klabatindo, sejak tahun 2002 aqua menjadi produsen AMDK no.1 didunia sekaligus menjadikan group danone sebagai perusahaan air minum terbesar di dunia. Total volume produksi aqua akhir tahun 2012 tercatat 10 milyard liter. Aqua memiliki 17 pabrik ; 1 diluar negeri (brunei Darussalam), 16 di Indonesia (Medan Plant, lampung Plant, Bekasi Plant, Mekarsari Plant, Babakan Pari Plant, Citerup Plant, Subang Plant, Wonosobo Plant, Klaten Plant, Pandaan Plant, Kebon Candi Plant, Bali Plant, Airmadidi Plant, Ciherang Plant, Cianjur Plant dan Gatsur Plant.
Sumber air Aqua Airmadidi adalah dari mata air tambuk terang gunung klabat (mountain spring water) mata air yang sudah terbentuk ratusan tahun yang lalu dan tidak terpengaruh oleh lingkungan sehingga volume dan debit air terjaga sepanjang tahun. Mata air ini dialirkan melalui pipa stainless steel (food grade) untuk mengalirkan ke storage tank atau tempat penyimpanan yang bersifat sementara. Selanjutnya air akan diolah di water treatment unit melalui proses penyaringan berlapis, catridge 1 micron, proses uv, dan proses ozonasi. Semua proses ini sesuai dengan proses ketahanan pangan melalui proses manajemen mutu. Produk aqua tersedia dalam bebagai kemasan dan desain yang manrik demi untuk kepuasan pelanggan. Jenis produk aqua airmadidi ; Produk 5 galon, 1500 ml, 600 ml dan 240 ml. untuk produk 5 galon melalui beberapa tahapan prosedur oleh quality control, botol yang tidak memenuhi standar produksi dipisahkan untuk selanjutnya diproses. Standar botol 5 galon yang siap pakai adalah :
-       Tidak berlumut
-       Tidak pecah
-       Tidak buram
-       Tidak bernoda
-       Tidak terkena thinner, aspal, cat dan api
-       Tahan terkena benda asing
-       Tidak berbau tajam
-       Mulut botol tidak miring atau gompal, penyok atau ditambal
-       Botolnya harus merk aqua bukan merk yang lain
Botol yang sudah diseleksi oleh quality control dimasukkan divisual control setelah itu dimasukkan dimesin pencuci botol melalui beberapa tahapan :
-       Prewash eksternal tank untuk menghilangkan debu dibadan botol bagian luar
-       Internal prewash tank untuk menghilangkan debu yang ada didalam botol
-       Washing tnak untuk membersihkan partikel halus dan siap untuk diisi. Dalam proses ini ada 3 hal yang perlu diperhatikan
-       Rinse/Sanitation tank untuk membersihkan residu bahan pencuci agar tidak terbawa ke final rinse
-       Final rinse untuk memastikan tidak ada residu pencuci
Berdasarkan angket stress kerja yang kami bagikan pada sampel 40 orang (10%) dari total karyawan didapatkan hasil 80% tidak mengalami stress kerja dan 20% mengalami stress kerja. 20% yang mengalami stress berada di bagian produksi, dikarenakan kurang harmonisnya hubungan dengan atasan sehingga kerjasama tim kurang maksimal. Hal itu diperkuat dengan beberapa pernyataan berikut ini:
-       20% karyawan menyatakan “ada hubungan yang tidak baik antara atasan dan karyawan”.
-       15% karyawan menyatakan “atasan bertindak kurang adil dalam pembagian order pekerjaan kepada bawahannya”.
-       15% karyawan menyatakan “peran yang saya terima di perusahaan ini sering bertentangan satu sama lain sehingga membingungkan”.
-       15% karyawan menyatakan “di perusahaan ini, pekerjaan karyawan tidak dikoordinasikan dengan baik sehingga menghambat pencapaian target”.
-       15% karyawan menyatakan “saya merasa tidak mempunyai peranan dalam setiap pengambilan keputusan atasan yang menyangkut perusahaan”.
-       20% karyawan menyatakan “saya merasa tidak mengetahui bagaimana penilaian atasan terhadap hasil kerja saya”.
-       20% karyawan menyatakan “di perusahaan ini segalanya harus dimintakan persetujuan atasan sehingga tidak ada kesempatan bagi saya untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan organisasi”.

Selain beberapa pernyataan di atas, ada juga beberapa alasan yang dapat menjelaskan stressor di bagian produksi, antara lain:
-       10% karyawan menyatakan target perusahaan dan tuntutan tugas terlalu tinggi sehingga memberatkan.
-       15% karyawan menyatakan tuntutan tugas yang terlalu tinggi sering membuat frustasi.
-       20% karyawan menyatakan kerja kerasnya tidak sebanding dengan hasil yang diterima.
-       15% karyawan menyatakan merasa putus asa karena sudah lama bekerja di perusahaan ini, tetapi tidak mengalami peningkatan posisi dalam bekerja.
Ditarik kesimpulan oleh kelompok, stressor di bagian produksi juga terjadi karena ada karyawan yang merasa tuntutan tugas terlalu tinggi sehingga memberatkan, tuntutan tugas tinggi membuat frustasi dalam pekerjaan, kerja keras  tidak sebanding dengan hasil yang diterima dan tidak ada peningkatan posisi walau sudah lama bekerja.
Pertanyaan dari hasil diskusi kelompok dirangkum dalam 2 bagian yaitu :
1.    Bagaimana cara-cara mengatasi stressor di perusahaan?

2.    Bagaimana menciptakan kondisi kerja yang kondusif?
Kondisi kerja yang Kondusif dapat tercipta, bila para pimpinan dapat melakukan beberapa hal sebagai berikut:
  1. Bila karyawan merasa nyaman bekerja, karena selalu di ‘back up’ dengan baik oleh atasannya, dan mendapat dukungan/bantuan pada saat diperlukan.
  2. Bila proses bisnis di lakukan dengan efisien dan efektif tanpa birokrasi yang berlebihan.
  3. Bila pimpinan berhasil menciptakan budaya kerja yang sesuai dengan misi perusahaan, dimana sikap dan perilaku karyawan dapat sejalan dengan sasaran perusahaan.
  4. Ada kerjasama yang baik antara satu pegawai dengan yang lain.
  5. Fasilitas merupakan salah satu faktor penentu yang menunjang kenyamanan di lingkungan kerja. Contoh dari fasilitas yang bisa membuat nyaman pegawai adalah adanya AC di ruang kantor selanjutnya fasilitas seperti tempat karaoke khusus dan kantin yang bersih akan membuat karyawan mampu memperoleh kepuasan.
Dari wawancara dengan HRD PT. Tirta Investama di Airmadidi, hasil analisa kelompok tentang kondisi kerja adalah sebagai berikut:
1.      Budaya kerja yang sudah sesuai dengan visi perusahaan yaitu “menjadi penyedia produk terbaik di Danone group melalui praktek perusahaan kelas dunia dengan menjiwai prinsip-prinsip damaway (Danone Aqua Manajemen Way)”.
2.      Ada kerjasama tim yaitu pembagian shift kerja.
3.      Adanya fasilitas seperti AC dan kantin di perusahaan.


V.   KESIMPULAN
Hasil Survei di PT. Tirta Investama Airmadidi
Berdasarkan hasil kuesioner stress kerja yang kami bagikan pada sampel 40 orang (10%) dari karyawan didapatkan hasil 80% tidak mengalami stress di tempat kerja, 20% mengalami stress kerja dikarenakan hubungan dengan atasan kurang baik sehingga kerja sama tim tidak maksimal.
Berdasarkan tujuan khusus maka hasil yang didapatkan antara lain:
a. Tidak ada hubungan antara kondisi lingkungan dengan stress kerja.
b. Tidak ada hubungan antara kerja shift dengan stress kerja.
c. Ada hubungan antara pimpinan dan karyawan  dengan stress kerja.
d.Tidak ada hubungan antara karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) dengan stress kerja.

VI.  SARAN
Berdasarkan hasil survey maka saran dari kelompok kami, yaitu:
1.    Meningkatkan metode pembelajaran kerjasama team bagi pekerja.
2.    Mempertahankan dan meningkatkan kinerja kerja yang sudah baik.




DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji, Psikologi Kerja, Rineka Cipta, Jakarta 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar